Beberapa Kisah Dan Destinasi Wisata Menarik di Langkat Sumut Yang Wajib Anda Kunjungi
Jakarta - Langkat adalah kabupaten di Provinsi Sumatra Utara yang beribu kota di
Stabat. Kabupaten Langkat terdiri dari 23 kecamatan dengan luas 6.273
kilometer persegi dan berpenduduk sejumlah 1.041.775 jiwa pada 2020.
Nama Langkat diambil dari nama Kesultanan Langkat
Nama Langkat juga berasal dari nama sebuah pohon yang menyerupai pohon
langsat. Pohon langkat memiliki buah yang lebih besar dari buah langsat
tapi lebih kecil dari buah duku. Rasanya pahit dan kelat.
Pohon ini dulu
banyak dijumpai di tepian Sungai Langkat, yaitu di hilir Sungai Batang
Serangan yang mengaliri kota Tanjung Pura. Hanya saja, pohon itu kini
sudah punah.
Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus
keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang
disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry
Agesten.
Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang
orang-orang asing saja, sedangkan bagi orang-orang asli (pribumi/
bumiputera) berada di tangan pemerintahan kesultanan Langkat.
Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatra dipimpin oleh seorang
Gubernur yaitu Mr. Teuku Muhammad Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat
tetap dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala
pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah.
Berdasarkan PP No. 7
Tahun 1956 secara administratif Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom
yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Tentu bukan itu saja hal-hal menarik dari Langkat. Berikut enam fakta
menarik seputar Kabupaten Langkat yang dirangkum dari
berbagai sumber.
Kesultanan Langkat
Kesultanan Langkat merupakan kerajaan yang dulu memerintah di wilayah
Kabupaten Langkat. Kesultanan Langkat menjadi makmur karena dibukanya
perkebunan karet dan ditemukannya cadangan minyak di Pangkalan Brandan.
Kesultanan Langkat merupakan monarki tertua di antara monarki-monarki
Melayu di Sumatra Timur. Pada 1568, di wilayah yang kini disebut
Hamparan Perak, salah seorang petinggi Kerajaan Aru yang bernama Dewa
Shahdan berhasil menyelamatkan diri dari serangan Kesultanan Aceh dan
mendirikan sebuah kerajaan. Kerajaan inilah yang menjadi cikal-bakal
Kesultanan Langkat contemporary.
Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Mahmud
Abdul Jalil Rakhmat Shah menyatakan bergabungnya kesultanan dengan
negara Republik Indonesia. Kesultanan Langkat runtuh bersamaan dengan
meletusnya Revolusi Sosial yang didukung pihak komunis pada 1946.
Setelah Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah wafat pada 1948, para
Sultan Langkat praktis kehilangan kekuasaan politiknya dan hanya
bertakhta sebagai Pemangku Adat dan Kepala Keluarga Kerajaan.
Patung Dewa Murugan
Sumatra Utara dikenal sebagai provinsi yang memiliki tingkat tolensi
beragama yang tinggi di Indonesia. Di sana pun banyak
destinasi wisata religi yang bisa dikunjungi. Salah satunya adalah Kuil
Shri Raja Rajeshwari Amman Kovil, yang terletak di Desa Padang Cermin,
Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat.
Kuil ini punya patung Dewa Murugan yang sangat populer.Dewa Murugan
adalah Dewa Hindu yang terkenal di kalangan orang Tamil di negara bagian
Tamil Nadu di India, dan Sri Lanka. Dewa ini juga dikenal dengan
berbagai nama, seperti Kartikeya, Kumara, Shanmukha, Skanda, hingga
Subramaniam.
Digambarkan sebagai dewa berparas muda, bersenjata tombak dan
mengendarai burung merak, Dewa Murugan ternyata merupakan dewa perang
dan pelindung negeri Tamil. Patung Dewa Murugan ini memiliki tinggi 17
meter dan masuk rekor MURI sebagai patung Dewa Murugan tertinggi di
Indonesia.
Selain itu, patung yang berada di Langkat ini menjadi yang tertinggi
kedua di dunia setelah yang ada di Malaysia. Patung ini dibangun pada
2012 lalu. Pembangunan patung ini dilakukan oleh pemahat yang
didatangkan langsung dari India, begitu juga dengan arsitekturnya.
Wisata Alam Batu Katak
Ada banyak potensi wisata alam di wilayah Kabupaten Langka. Salah
satunya objek wisata Batu Katak yang terletak di Desa Batu Jongjong,
Kecamatan Bahorok.Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan para wisatawan
yang berkunjung ke tempat wisata ini di antaranya adalah melakukan
treking hutan dan memantau beberapa hewan seperti orangutan hingga
siamang.
Selain itu, wisatawan juga bisa treking di gua sepanjang 1 kilometres
dan gua-gua lainnya yang tak kalah indah. Objek wisata Batu Katak ini
juga menyediakan tempat kemah dalam skala besar bagi para wisatawan
rombongan. Selain itu, wisatawan juga bisa menjumpai bunga langka, yaitu
Raflesia dan Amorphophallus titanum.
Kota Budaya dan Pendidikan
Salah satu kecamatan di Kabupaten Langkat adalah Tanjung Pura. Tanjung
Pura merupakan salah satu titik yang dilewati oleh Jalan Raya Lintas
Sumatra menuju Provinsi Aceh.
Meski wilayahnya termasuk kecil, Tanjung Pura dijuluki sebagai kota
pendidikan dan kota budaya. Salah satunya karena merupakan tempat
kelahiran pujangga besar dari tanah Melayu, Tengku Amir Hamzah. Bermula
dari tanah bertuah inilah ia mulai mengukir bait-bait goresan pena
emasnya.
Amir dijuluki Raja Penyair Zaman Pujangga Baru an satu-satunya penyair
Indonesia berkelas internasional dari age pra-Revolusi Nasional
Indonesia. Pada 1975, ia dinyatakan sebagai salah satu Pahlawan Nasional
Indonesia. Jenazahnya dimakamkan di Kompleks Pemakaman Umum Masjid
Azizi Tanjung Pura.
Dalam sejarahnya, terdapat pula nama-nama besar yang pernah menimba ilmu
di Tanjung Pura seperti Amir Hamzah, Chairil Anwar, Armin Pane dan Adam
Malik (Wakil Presiden Indonesia 1978-1983).
Kuliner Khas Langkat
Langkat, seperti banyak daerah lainnya di Indonesia, punya makanan atau kuliner khas. Salah satunya adalah Bolu Kemejo. Kuliner ini banyak dijumpai di kota Stabat dan sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
Kue ini awalnya hanya dibuat untuk konsumsi dalam keluarga saja dan
tidak dijual untuk umum. Namun karena makin populer dan banyak disukai,
akhirnya banyak yang menjual kue bolu ini.
Lalu ada Roti Asidah yang bertekstur lembut. Rasanya peanut dan ada perpaduan rempah yaitu cengkeh, kayu manis dan daun pkamun.
Ada juga Halua yang ini mirip seperti manisan dan umumnya dibuat dari
buah-buahan. Konon, makanan khas Langkat ini sudah ada sejak zaman
kesultanan dan masih banyak ditemukan hingga saat ini. Masyarakat
biasanya menyajikan makanan ini untuk tamu, khususnya saat Lebaran.
Sama seperti manisan pada umumnya, halua ini biasanya dibuat dari
berbagai macam buah yang tumbuh di Langkat. Ada buah pepaya, buah
gelugur, buah renda, kolang kaling dan buah gundur. Tapi, ada juga halua
yang terbuat dari sayuran, seperti cabai, labu, wortel, terung dan daun
pepaya.
Kuliner khas lainnya adalah Cencaluk yang biasa disantap untuk
melengkapi lauk saat makan. Makanan ini merupakan olahan dari udang
(biasanya udang rebon) yang sudah dihaluskan, kemudian dicampur dengan
bumbu dan bawang bombai.
Kampung Bali
Kampung Bali adalah sebuah perkampungan yang dihuni oleh masyarakat asli
Suku Bali sejak puluhan tahun yang lalu. Kampung ini terletak di Desa
Paya Tusam, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat. Di kampung ini, bermukim
komunitas etnis Suku Bali yang masih taat akan tradisi.
Banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang tertarik untuk
mengunjungi kampung ini, untuk melihat dan menikmati suasana
perkampungan khas Bali ataupun untuk mempelajari kehidupan Suku Bali
yang bisa hidup rukun berdampingan dengan masyarakat sekitar di sana.
Ledakan Gunung Agung pada Februari 1963 silam adalah awal mula bagaimana
Suku Bali bisa mendiami dataran Sumatra. Tanah pertanian saat itu
menjadi tandus, dan banyak masyarakat Bali kehilangan sumber pendapatan
sehari-hari.
Pemerintah pada masa itu merencanakan program transmigrasi bagi
masyarakat Bali keluar pulau agar mendapat pengganti lahan pekerjaan dan
kehidupan yang baik. Salah satunya ke Sumatra Utara, termasuk ke
Langkat. Jejak keberadaan masyarakat Bali di Sumatra Utara hingga kini
dapat dilihat di Desa Paya Tusam.
Komentar
Posting Komentar